Penduduk Jepang Mulai Menua

Dinamika Negeri Sakura (3-Habis)
DALAM perjalanan dari Kyoto (Honshu) ke Hakata (Fukuoka), Jepang, dengan Sanyo Shinkansen, saya sempat terlibat percakapan menarik dengan Tomoko Hattori, seorang staf Nihon Shinbun Kyokai. Kebetulan kami duduk berhadapan selama dua setengah jam dalam kereta peluru berkecepatan maksimal 300 km/jam tersebut.

Menunggu Shinkansen di Stasiun Ueno

Setelah perempuan paro baya itu menanyakan banyak hal tentang keluarga dan pekerjaan saya, gantian saya bertanya. Mendengar usianya di atas 40 tahun, saya pun melontarkan pertanyaan tentang siapa suaminya, berapa anaknya, dan bagaimana pekerjaannya.
"Saya masih lajang, jadi belum punya suami apalagi anak, dan sekarang tinggal bersama ibu. Sebenarnya, ibu sudah lama menginginkan saya segera menikah, tapi ya tetap seperti inilah keadaannya. Saya sudah lama bekerja di NSK, sekitar 20 tahun," jawabnya santun.
Nihon Shinbun Kyokai (NSK) adalah organisasi serikat penerbit terbesar di Jepang yang bersama Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) menyelenggarakan program fellowship yang saya ikuti selama sebulan.
Mendengar jawaban itu, saya jadi sungkan untuk melanjutkan pertanyaan. Pertanyaan serupa kemudian saya tujukan kepada Chizuru Hatakenaka yang duduk di sebelah Tomoko. Ternyata perempuan bawahan Tomoko di NSK itu juga memberikan jawaban serupa. Bedanya, Chizuru sudah mempunyai pacar dan berencana menikah dalam waktu dekat.
Krisis Penduduk
Seperti kecenderungan di negara-negara maju lainnya, banyak warga Jepang, terutama yang memiliki pekerjaan bagus, enggan segera menikah pada saat kariernya tengah menanjak. Kalaupun mau menikah, banyak wanita berpikir sekian kali untuk memiliki anak. Salah satu alasannya, kehadiran anak akan merepotkan dan banyak menyita perhatian sehingga kariernya bisa terancam.
Akibat kecenderungan itu, kini Jepang mulai mengalami krisis pertumbuhan penduduk. Menurut data dari Biro Statistik, Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, penduduk per 1 Oktober 2005 berjumlah 127,8 juta jiwa atau menurun sekitar 20.000 jiwa dibanding dengan perhitungan pada tahun sebelumnya.
Negara yang sejak bulan lalu dipimpin oleh perdana menteri baru, Shinzo Abe, itu kini mengalami proses depopulasi. Angka kelahiran menurun cukup signifikan sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan dan diprediksikan masih akan terus berlangsung.
Dampak lainnya, penduduk mulai menua atau jumlah penduduk tua meningkat. Catatan statistik menunjukkan, persentase penduduk berusia 65 tahun ke atas kini mencapai 20%, sedangkan yang berusia di bawah 15 tahun hanya 13% dari total populasi negara Jepang.
Bahkan di Prefektur Toyama, 150 km barat laut Tokyo, jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas mencapai 21% pada tahun ini. Toyama merupakan prefektur (setara provinsi-Red) dengan penduduk tua terbanyak di Jepang.
Fasilitas
Dengan kenyataan seperti itu, di Jepang memang sangat jarang terlihat anak-anak atau remaja di tempat umum, apalagi anak jalanan seperti yang banyak kita lihat di Indonesia.
Sebaliknya, banyak orang tua berusia di atas 65 tahun dijumpai di sana bahkan sebagian masih aktif bekerja sebagai supir bus, supir taksi, dan petugas kebersihan.
Menghadapi jumlah penduduk tua yang semakin meningkat, pemerintah Jepang menerapkan beberapa langkah untuk menfasilitasi mereka.
Di antaranya, membangun sistem transportasi yang mudah digunakan oleh para manula dan mendirikan pusat-pusat pelatihan bagi mereka agar tetap aktif dan mandiri.
Contoh konkretnya adalah penggalakan industri mobil mini Takeoka yang mudah digunakan oleh para manula. Mobil bertenaga listrik itu dilengkapi pintu belakang yang otomatis menjadi jembatan landai ketika dibuka, sehingga manula yang menggunakan kursi roda dapat langsung masuk ke mobil lewat belakang.
Selain itu, sistem transportasi umum seperti tram dan kereta juga dibuat semudah mungkin agar "ramah" terhadap para manula. Misalnya, pijakan di pintu masuknya dibuat rendah bahkan rata dengan lantai halte sehingga para penumpang tua tidak kerepotan ketika akan menaikinya.
Toyama dijadikan sebagai daerah percontohan pusat pelatihan manula. Di kota itu dibangun banyak panti yang dilengkapi dengan peralatan fitnes dan fasilitas pendukung lainnya. Dengan latihan fisik itu, diharapkan para manula bisa tetap mandiri dan mejalani aktivitas lebih lama. (Asep BS-46n)

Comments

Popular Posts