Selamat Hari Film Nasional

SETAHUN pandemi Covid-19 telah membuat semua aktivitas produktif terganggu bahkan banyak yang terhenti, tak kecuali industri film nasional di Indonesia. Gedung-gedung bioskop tutup. Selain karena adanya larangan kerumunan, juga nyaris tak ada film baru yang diproduksi. Kendati kegiatan perfilman lumpuh, kita  perlu ingat bahwa hari ini, 30 Maret, adalah Hari Film Nasional (HFN) dan tahun ini merupakan peringatan yang ke-71.

Usmar Ismail (kanan) menyutradarai pembuatan film Darah dan Doa di Purwakarta

Penetapan 30 Maret sebagai HFN didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia No 25 Tahun 1999. Waktu itu presidennya BJ Habibie. Mengapa 30 Maret, karena pada 30 Maret 1950 untuk kali pertama sebuah film disutradarai oleh orang pribumi asli, yakni Usmar Ismail. Film itu berjudul Darah dan Doa atau Long March of Siliwangi yang digarap di Purwakarta, Jawa Barat, dan diproduseri oleh perusahaan milik Usmar sendiri, Perusahaan Film Indonesia (Perfini). Atas kiprahnya tersebut, Usmar Ismail dinobatkan sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Sebelumnya sejumlah film diproduksi di Indonesia tapi produser dan sutradaranya orang asing.

Kemunculan film di Indonesia diawali sejak berdirinya bioskop pertama di Tanah Abang, Batavia, pada 5 Desember 1900. Teater Gambar Idoep tersebut menayangkan berbagai film bisu. Lebih dari dua dekade setelahnya, pada 1926 film lokal pertama yang bertajuk Loetoeng Kasaroeng dirilis. Film bisu ini disutradarai oleh orang Belanda, G Kruger dan L Hueveldorp. Kemudian, pada 1928 pekerja film dari Shanghai, China, datang ke Indonesia untuk menggarap film Lily Van Shanghai. Meski menggunakan banyak aktor lokal, film-film pada masa itu mencerminkan dominasi Belanda dan China.

Tahun 1950 dianggap sebagai tahun kebangkitan film nasional. Lima tahun kemudian, terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (Gapebi) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (Gabsi). Sejak tonggak sejarah 1950, muncullah film-film asli karya anak bangsa, antara lain Si Pintjang (1951); Mardi dan Keranja (1952); Djendral Kantjil (1958) karya Usmar Ismail; dan Bintang Ketjil (1963) film anak karya Wim Umboh dan Misbach Jusa Biran yang telah direstorasi oleh Kemendikbud pada 2019.

Peringatan HFN tahun ini juga dianggap istimewa karena merupakan momentum 100 tahun Usmar Ismail, yang lahir pada 20 Maret 1921 dan wafat pada 2 Januari 1971. Salah satu kegiatan yang istimewa adalah pelaksanaan Pameran Usmar di Bukittinggi, Sumatera Barat, karena ini adalah kali pertama diselenggarakan pameran arsip dan kekaryaan Usmar Ismail di tanah kelahirannya itu. Semoga setelah pemberian vaksin Covid-19 merata ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia, banyak film baru diproduksi dan kita dapat kembali merasakan sensasi film di gedung bioskop. (*)

Comments

Popular Posts