Melawan Arus Mudik Lebaran

Toyota Hiace Premio berbadan besar dan bisa muat 14 orang. (foto: asep jitensha)



LEBARAN atau Hari Raya Idulfitri identik dengan tradisi mudik dan berkumpul bersama keluarga besar. Mudik konon berasal dari kata udik yang berarti desa, daerah, atau kampung halaman. Sebagai orang yang besar dan tinggal di Semarang, saya biasanya mudik gak jauh-jauh. Yakni ke rumah Ibu di Tanah Mas, Semarang, baru ke rumah mertua di Wates, Yogyakarta. Atau ke Wates dulu baru ke Tanah Mas.

Namun, Lebaran tahun 2022 beda. Adik saya punya ide ngajak Ibu rame-rame berlebaran di Jakarta mengingat Ibu punya beberapa saudara di Jabodetabek jadi bisa sekalian silaturahim. Ide bagus karena Jakarta kalau libur Lebaran justru sepi dan jalannya lengang. Selain itu, kita jadi merasakan suasana Lebaran yang berbeda. Orang-orang umumnya pada mudik ke desa, kami malah ke Ibu Kota. Ini namanya kontra mudik, melawan arus mudik. Jadilah kami berangkat naik mobil carteran habis shalat Ied di Simpanglima, Senin, 2 Mei 2022.

Sebenarnya kami mau konvoi tiga mobil karena yang berangkat 11 orang, yakni saya sekeluarga, Ibu, kakak, adik, dan para ponakan. Tapi dipikir-pikir konvoi agak repot. Akhirnya diputuskan yang praktis naik mobil van carteran Hiace Premio yang berbadan lebar biar bisa semobil. Benar juga, sepanjang jalan tol arah Jakarta lancar jaya. Tapi arah sebaliknya macet parah di tol sekitar Bekasi karena banyak mobil pemudik meninggalkan Jakarta untuk "pulang ke Jawa", istilah orang Jakarta untuk menyebut daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Rekayasa Tol

Arus tol ke barat lengang

Menurut laporan dari Mabes Polri, selama arus mudik Lebaran 2022, sebanyak 1,9 juta mobil atau kendaraan meninggalkan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) melalui sejumlah jalan tol, sejak 22 April hingga 2 Mei 2022. Untuk mengantisipasi kemacetan, pihak pengelola memberlakukan rekayasa tol satu arah ke timur saat arus mudik 28-30 April dan sebaliknya saat arus balik 4-6 Mei. Kebetulan banget, pada hari pertama hingga ketiga Lebaran atau pas kami lewat, jalan tol dikembalikan normal dua arah.

Ini pengalaman pertama saya pergi ke Jakarta lewat jalan tol. Biasanya, dulu kalau ke Jakarta naik pesawat, kereta api, atau bus lewat jalan reguler pantura. Karena jalan tol lancar tanpa macet, perjalanan santai Semarang-Jakarta cuma 6,5 jam, itu pun sudah termasuk ishoma sekitar setengah jam di rest area selepas Brebes. Supir gak berani ngebut karena sejak 1 April diberlakukan batas kecepatan maksimum 120 km/jam.

Di Jakarta kami menginap dua malam di kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang. Kebetulan, tempat kami menginap tak jauh dari Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, hanya sekitar 2 km. Kesempatan itu tak saya sia-siakan untuk jogging keliling stadion. Lumayan, jalan santai dan jogging selama 1,5 jam dapat jarak tempuh sekitar 8,5 km. Maklum, lagi seneng-senengnya jogging. Hampir tiap pagi, saya jalan santai atau jogging di sekitar kompleks perumahan saya di Ngaliyan, Semarang. (*)


Comments

Post a Comment

Popular Posts